Jarang ada birokrat--seorang aparatur sipil negara--yang kritis terhadap berbagai kebijakan publik. Apalagi bersuara dalam bentuk tulisan yang dipublikasikan secara terbuka, dan dibukukan pula.
Di antara abdi negara yang langka itu, tersebut satu nama: Mustamin Raga. Pria kelahiran Takalar, 28 Juli 1968, itu merupakan Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kabupaten Gowa.
Bukunya "Suara dari Pelukan Kabut" (Juli 2025), yang memantulkan keresahan, permenungan, dan kritik sosial dibedah dalam sebuah diskusi di Gedung Layanan Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Gowa, Jalan Masjid Raya, Sungguminasa, Kamis, 25 September 2025.
Buku yang ditulis dengan gaya bahasa reflektif dan puitis itu, dikupas oleh dua akademisi, dari Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Makassar.
Dua pembedah buku dari penulis yang populer dengan nama Tommy Arga itu, masing-masing Prof Dr Muhaemin Latif, M.Th.I, M.Ed, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin, dan Prof Dr Andi Muhammad Akhmar, SS, M.Hum, Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas.
Kamaruddin Azis, aktivis, penulis, dan founder Pelakita.id sebagai moderator diskusi buku dari alumni Sastra Inggris Unhas tersebut.
Prof Dr Muhaemin Latif memulai bahasannya dengan mengomentari
"Buku ini dikerjakan secara totalitas. Mulai dari sampul bukunya sudah berkabut. Hanya satu halaman yang tidak berkabut, yakni halaman persembahan untuk istrinya," canda Prof Muhaemin, yang menyebut Mustamin Raga sebagai Pak RW.
Di halaman dimaksud, Mustamin Raga menulis: Untuk istriku tercinta, St Wardaningsih Djawad yang selalu setia menunggu di tepi setiap perjalananku.
Prof Muhaemin mengaku salut, karena di sela-sela kesibukan Mustamin sebagai Sekdis, dia mampu menulis. Katanya, ini merupakan contoh yang baik dari seorang birokrat.
Walaupun dia birokrat, tetapi tidak membuatnya terpasung oleh jabatan strukturalnya.
Penulis, kata dia, alumni Sastra Inggris yang nyebrang ke perencanaan wilayah. Namun punya kepedulian memotret realitas sosial kita, seperti sampah, gratis, polisi tidur, pak ogah dan lain-lain. Tulisannya kritis dan bernas.
"Kehebatan penulis karena menulis tema yang mungkin tidak terpikirkan oleh orang lain, tetapi membuat kita kemudian merenung. Sebab, apa yang ditulisnya berisi makna hidup. Makna di balik teks yang penuh dengan warna kehidupan kita," papar Prof Muhaemin.
Apresiasi juga diberikan Prof Dr Andi Muhammad Akhmar. Spirit menulis yang dimiliki Mustamin Raga, katanya, sudah tumbuh semasa masih kuliah.
Menurut filolog Unhas itu, diksi "suara" pada buku yang ditulis Mustamin Raga, merupakan metafora. Meski suara itu abstrak tetapi punya arti. Bahkan ketika menulis, yang sudah dalam bentuk teks, tetapi tetap dianggap atau disebut suara.
"Esai-esai dalam buku ini merupakan kontemplasi. Bagai percakapan kecil, kemudian menjadi refleksi dengan makna yang lebih luas," papar Prof Akhmar.
Prof Akhmar menambahkan, tulisan Mustamin Raga itu informatif, tetapi kritis dan puitis. Dia punya modalitas bahasa dan memiliki stilistika dalam menulis.
Tulisan-tulisannya membuka ruang renungan bukan doktrin. Observasinya sederhana untuk menyingkap isu-isu yang lebih substansif. Tulisan-tulisan dalam buku "Suara dari Pelukan Kabut" ini mencakup lima tema, berupa religi, sosial, budaya, psikologi, dan digital.
Buku lain dari penulis yang disapa Tetta Raga oleh moderator itu, yakni "Topeng-Topeng" (Mei 2025) dan "Mata Melihat, Hati Mengabadikan: Filosofi, Seni dan Teknik Fotografi" (Agustus 2025).
Andi Abdul Waris Halid, SS, MM, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, yang hadir atas undangan penulis, menilai buku Mustamin Raga luar biasa karena kritiknya lahir dari seorang birokrat. Bukunya merupakan rangkuman tulisan tentang kehidupan, baik kritik sosial, politik maupun kebijakan publik.
"Akan saya jadikan sebagai masukan. Sesuai tupoksi sebagai anggota DPD RI," ujar senator asal Sulawesi Selatan itu.
Hadir dalam diskusi, antara lain Kepala DPK Kabupaten Gowa, Suhriati, SE, M.Ed, pustakawan, penulis, pegiat literasi, jurnalis, dan mahasiswa. Ibu-ibu Dharma Wanita dan sejumlah kepada dinas di lingkup Pemkab Gowa juga hadir dan aktif dalam diskusi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Gowa, H Andy Azis Peter, SH, M.Si, berharap buku "Suara dari Pelukan Kabut" ini menjadi medium edukasi dan motivasi bagi generasi muda, khususnya di Kabupaten Gowa.
"Kita mendorong siapa saja untuk menulis. Sebab, salah satu ketakutan kita adalah hilangnya historis dan gagasan-gagasan tentang masa depan. Beruntung kita punya teknologi dan para penulis yang mendokumentasikan sejarah dan gagasan-gagasan mereka itu," terang Andy Azis Peter.
Sejumlah peserta mengusulkan agar buku ini jadi bacaan pengambil kebijakan supaya bisa berdampak nyata.
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Gowa diapresiasi atas kolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait, seperti akademisi dan pegiat literasi, termasuk dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).**