![]() |
| Pada Ahad (21/12/2025), kediaman Hamzah dan Ariyanti menjadi saksi bisu berkumpulnya puluhan pasang mata dalam balutan kehangatan Keluarga Besar De' Maliang Family’s. (Ist) |
Di balik sejuknya udara Dusun Parang-Parang, Desa Buakkang, Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa, tersimpan sebuah teladan tentang bagaimana sebuah keluarga besar menjaga "akar" mereka agar tetap kokoh.
Pada Ahad (21/12/2025), kediaman Hamzah dan Ariyanti menjadi saksi bisu berkumpulnya puluhan pasang mata dalam balutan kehangatan Keluarga Besar De' Maliang Family’s.
Bukan sekadar pertemuan biasa, agenda rutin ini menjadi momentum spiritual yang mempertemukan sekira 60 orang sepupu dan keponakan.
Mereka datang bukan hanya untuk menggugurkan kewajiban arisan, melainkan untuk menjahit kembali benang-benang persaudaraan yang mungkin sempat merenggang oleh jarak dan kesibukan duniawi.
Silaturahmi: Sebuah Napas Keluarga
Safaruddin, M.Pd, sosok di balik kemudi acara ini, memandang bahwa pertemuan ini adalah investasi ukhuwah yang tak ternilai harganya.
Baginya, arisan hanyalah "bingkai", sementara isinya adalah kasih sayang yang tulus.
"Kami mengemas silaturahmi ini dalam bentuk arisan dan pengajian sebagai pengingat. Di sinilah tempat kita pulang, tempat kita merawat kasih sayang agar tidak lekang oleh waktu," tutur Safaruddin dengan nada penuh haru.
Tiga Pilar Kebahagiaan Keluarga
Suasana semakin syahdu saat Ustadz Labbiri, M.Pd, memberikan tausyiahnya. Di tengah heningnya suasana pedesaan Bungaya, pesan-pesannya meresap ke dalam sanubari jamaah.
Labbiri menitipkan tiga wasiat penting agar pertemuan tersebut tidak sekadar menjadi seremonial belaka. Yakni, menjadikan keluarga sebagai madrasah pertama, tempat belajar saling mencintai dengan tulus; Kekuatan doa kolektif: Pentingnya saling mendoakan antar sepupu dan keponakan demi keberkahan hidup.
Serts kesalehan sosial dalam keluarga: Menjadikan keluarga besar sebagai sistem pendukung (support system) utama di saat ada anggota yang berduka maupun bahagia.
Kesederhanaan yang Mengesankan
Pemandangan keponakan yang bercengkerama dengan paman dan tantenya, serta tawa renyah antar sepupu di teras rumah, menciptakan potret keluarga yang ideal.
Tuan rumah, Hamzah dan Ariyanti, menyuguhkan keramahan luar biasa yang membuat setiap tamu merasa pulang ke rumah sendiri.
Pertemuan De' Maliang Family’s hari itu bukan hanya tentang siapa yang mendapatkan arisan, tapi tentang bagaimana identitas keluarga besar tetap terjaga di tengah gempuran zaman.
Mereka membuktikan bahwa di Desa Buakkang, persaudaraan adalah bahasa yang paling indah untuk diucapkan.(Lbr)


