Oleh: Rusdin Tompo
(Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan)
AB Iwan Azis punya jejak bersejarah di organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Selatan. Secara struktural, ia pernah mengisi posisi pada seksi kesejahteraan, dan seksi film. Kini, beliau merupakan anggota Dewan Penasihat PWI Sulawesi Selatan. Kontribusi Iwan Azis dalam memajukan organisasi profesi wartawan itu, tak terbantahkan.
Sebagai informasi, PWI didirikan pada tanggal 9 Februari 1946 di Surakarta. Tanggal kelahirannya ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional (HPN).
Obrolan seputar peran, pengalaman, dan kenangan Iwan Azis selama bergabung di PWI terjadi pada Kamis, 11 September 2025. Hadirnya Asnawin Amiruddin, mantan wartawan Pedoman Rakyat di Warkop Azzahrah, Jalan Abdullah Daeng Sirua, seolah menjadi saksi dari kisah-kisah yang dituturkan Iwan Azis.
“Saya dahulu pernah mendirikan FORWALHI bersamah Usamah Kadir dari Berita Kota Makassar,” Iwan Azis memulai ceritanya.
FORWALHI merupakan akronim dari Forum Wartawan Lingkungan Hidup, semacam kelompok wartawan yang punya perhatian pada liputan bertema lingkungan hidup, sesuai namanya. Kelompok wartawan yang fokus pada isu lingkungan ini, di masanya cukup populer. Bagi perusahaan yang taat pada ketentuan soal lingkungan hidup, akan diberi sertifikat sebagai bentuk apresiasi.
“Pak Iwan ini punya jejaring, modal sosial, dan kemampuan mengorganisir dan menggerakkan orang. Apalagi beliau juga punya lingkaran di kalangan perusahaan reklame, sehingga bisa mengimplementasikan ide-idenya,” puji Asnawin Amiruddin.
Usamah Kadir Daud yang disebut namanya itu, kerap disapa Uka. Sebelum di Berita Kota Makassar (BKM), Uka pernah menjadi wartawan Bina Baru dan Mimbar Karya. Kegiatan dengan Uka ini, diakui, atas sepengetahuan pengurus PWI Sulawesi Selatan, di masa itu. Namun, sepak terjang FORWALHI rupanya membuat beberapa orang tidak nyaman.
Kepeloporan Iwan Azis di dunia kewartawanan bisa dilihat pula pada Press Club yang diinisiasinya. Di Press Club, posisi Iwan Azis sebagai Direktur, sedangkan Asnawin Amiruddin sebagai Sekretaris. Press Club ini berada di Gedung PWI Sulawesi Selatan, Jalan A.P. Pettarani Nomor 31, Makassar.
Press Club ini berkonsep kafe yang menyediakan makan-minum dengan panggung, yang bisa digunakan untuk kegiatan nyanyi, pertunjukan atau diskusi. Bahkan ada pula meja billiard di sana, untuk refreshing sekaligus membangun keakraban. Salah satu kegiatan monumental yang diadakan oleh Press Club, yakni diskusi dengan tema: “Makassar Lakekomae”. Saat itu, akan ada pemilihan Walikota Makassar, periode 2009-2014.
Ilham Arif Sirajuddin (IAS), sebagai walikota petahana, yang akan maju untuk periode kedua, hadir dalam diskusi tersebut. Suami dari Aliyah Mustika Ilham (kini Wakil Walikota Makassar) yang akrab disapa Aco ini, akhirnya terpilih kembali, dan memimpim Makassar selama satu dekade, mulai 2004-2009 dan 2009-2014.
Iwan Azis bercerita, dahulu Gedung PWI Sulawesi Selatan di Jalan AP Pettarani itu bernama Balai Wartawan, persis sama namanya dengan Balai Wartawan, saat masih berada di Jalan Penghibur Nomor 1, Pantai Losari. Sebelum itu, gedung tersebut bernama Gedung Gelora Pantai, milik Perusda Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Selatan.
Lahan di gedung Jalan AP Pettarani ini merupakan hasil tukar guling (ruislag) dengan Balai Wartawan di kawasan Pantai Losari tersebut, pada tahun 1995. Pada tahun 1997, terbit berita acara penandatanganan bersama antara Gubernur Sulawesi Selatan, H. Zaenal Basri Palaguna, dengan Ketua PWI Sulawesi Selatan, kala itu, terkait penyerahan tanah dan bangunan milik Pemprov Sulawesi Selatan untuk dimanfaatkan sebagai Gedung Balai Wartawan Ujungpandang.
Kepemilikan lahan dan gedung ini, belakangan menuai kekisruhan bahkan masuk ruang siding, lantaran terjadi gugatan hukum.
Namun, bukan soal itu yang mau diceritakan dalam tulisan ini. Menurut pengakuan Iwan Azis, beliaulah yang membuat papan nama Gedung PWI Sulawesi Selatan itu, atas permintaan H. Syamsu Nur dan HM Alwi Hamu.
“Saya yang diminta bikin papan nama gedung itu karena dinilai cepat bisa menyelesaikan pekerjaan,” beber Iwan Azis.
Tujuannya, lanjut beliau, supaya gedung itu secara eksklusif menjadi tempat berkumpul dan berkegiatannya teman-teman wartawan yang tergabung dalam organisasi PWI. Sejak saat itu, nama Balai Wartawan berganti menjadi Gedung PWI Sulawesi Selatan.
Iwan Azis termasuk orang yang banyak ide. Beliau suka mengambil prakarsa, di antaranya Ketika beliau mengajak Asnawin Amiruddin untuk menghidupkan kembali forum wartawan senior, yang bernama “Wartawan GLAMUR”. GLAMUR merupakan akronim dari Golongan Lanjut Umur.
GLAMUR pada mulanya, digagas oleh sejumlah tokoh wartawan, seperti Husni Djamaluddin, Andi Moein MG, Arsal Alhabsi, Rahman Arge, Burhanuddin Amin, dan HM Alwi Hamu. Forum wartawan ini dibentuk puluhan tahun lalu. Namun, kemudian sudah vakum karena, saat itu, Sebagian besar tokohnya telah wafat.
Iwan Azis hendak menghidupkan kembali forum itu, setelah suatu Ketika mengajak Asnawin Amiruddin ngopi di Warkop PWI Sulawesi Selatan di Jalan AP Pettarani, di masa H Syamsu Nur menjabat sebagai Ketua PWI Sulawesi Selatan.
Saat ngopi, keduanya bernostalgia. Asnawin mengajukan pertanyaan, “Bagaimana ini Kanda, apa kita tidak bisa kumpul-kumpul lagi dengan teman-teman?”
Iwan Azis spontan menjawab, “Bikin ki GLAMUR 2.”
Asnawin lalu membuat grup WhatsApp Wartawan GLAMUR 2. Meski banyak yang kemudian menyarankan agar tidak perlu menggunakan nama GLAMUR 2, cukup GLAMUR saja.
Dia kemudian mengundang sejumlah wartawan senior, antara lain HM Dahlan Abubakar, HL Arumahi, Andi Pasamangi Wawo, Andi Patarai Wawo, Ahmadi Haruna, Ardhy Basir, Andi Wanua Tangke, Hasan Basri Ambarala, Hasan Kuba, Machmud Sallie, Fred C. Kuen, Zulkarnaen Hamson, Yasmin Tendan, dan Nurhayana Kamar.
Wartawan GLAMUR ini sempat beberapa kali mengadakan pertemuan, antara lain di Warkop Phoenam di Jalan Jampea dan di Jalan Boulevard, di Kafe Baca Jalan Adhiyaksa, Kafe Kanrejawa Jalan Aroepala, dan di Graha Pena.
Iwan Azis mengenang, PWI itu punya nama besar, punya akses di mana-mana. Dahulu, PWI bahkan merupakan satu-satunya oraganisasi wartawan di Tanah Air. Sehingga bargaining position PWI begitu kuat. Saat itu, PWI banyak mendapat bantuan berupa hibah anggaran maupun asset dari sejumlah Pemda di Sulawesi Selatan.
Di Makassar, misalnya, PWI mendapat bantuan lahan pekuburan di Kawasan Sudiang. Sementara Pemkab Maros, memberi hibah tanah di belakang Dinas Pertanian Kabupaten Maros, juga kepada organisasi ini.
Di Sidrap (Sidenreng Rappang), PWI pernah pula mendapat hibah berupa lahan lengkap dengan kebunnya. Ini, kata Iwan Azis, di masa pemerintahan Bupati Sidrap, Kolonel (Purn) H. Opu Sidik. Opu Sidik menjadi Bupati Sidrap selama kurun 1978-1988, atau dua periode. Opu Sidik ini nanti jadi Ketua ORGANDA (Organisasi Angkutan Darat) Sulawesi Selatan.
Bagi Iwan Azis, kenangan bersama PWI begitu kuat. Termasuk ketika beliau mengikuti PORWANAS (Pekan Olahraga Wartawan Nasional), pertama kali, saat digelar di Makassar. Penyelenggaraan PORWANAS di Makassar ini, untuk yang kedua kalinya. Saat menghadiri PORWANAS di Padang, Sumatra Barat, beliau hanya peninjau. Meski ke sana hanya menumpangi kapal laut, namun itu dilakukan penuh semangat dan kebanggaan.
“Betapa sulitnya dahulu bisa mengikuti kegiatan-kegiatan PWI, walaupun saya bagian dari sistem dan berada dalam organisasi profesi wartawan tersebut,” pungkasnya. (*)