• Jelajahi

    Copyright © Tebar News
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Sports

    Poster Film Bioskop dan Promosi Pertunjukan Teater

    Redaksi Tebarnews
    04/08/2025, 10:29 AM WIB Last Updated 2025-08-04T02:29:01Z

     

    Penulis (kiri) dalam suatu obrolan dengan Iwan Azis (tengah) dan Mustam Arif (kanan) di Warkop Azzahrah, suatu hari. Obrolan itu biasanya seputar bioskop, film, dan media. (Dok. Tebarnews.com/ist)

     

    Oleh: Rusdin Tompo 

    (Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan)


    Poster film bioskop merupakan bagian tak terpisahkan dari industri perfilman. Kita bisa melihat film apa yang diputar hari ini, film akan datang, dan pertunjukkan tengah malam (midnight show) dari poster-poster yang dipajang, dalam ukuran besar di depan bioskop. Boleh dikata, poster film bioskop ini merupakan budaya populer yang pernah mewarnai pemandangan kota, termasuk Makassar, di masanya.

     

    Kita dapat mengetahui jenis film yang diputar, misalnya drama, laga, komedi, atau horor, lengkap dengan aktor dan aktris pendukungnya. Asal filmnya juga bisa diketahui dari poster-poster itu, apakah film Hollywood, Mandarin (Hongkong), India (Bollywood), atau produksi dari negara lain. Poster-poster ini bahkan terkadang menampilkan gambar-gambar sensual, rada vulgar, dan provokatif. 

     

    Poster-poster itu memang sebagai bagian dari strategi promosi sebuah film. Tujuan semula poster film yang bersifat fungsional —untuk menampilkan jadwal dan lokasi penayangan film— lantas berbalut dengan kepentingan publikasi, sebagai daya tarik bagi penonton. Sehingga secara visual, poster film dibuat artistik oleh para seniman lukis yang punya spesialiasi untuk itu. Bahkan ada komunitasnya, bernama IPPFI (Ikatan Pelukis Poster Film se-Indonesia).  

     

    “Pengerjaan poster film bioskop ini, dulu dilakukan di Makassar karena kalau langsung dikirim dari Jakarta, biayanya mahal,” terang AB Iwan Azis, dalam obrolan kami di Warkop Azzahrah, Jalan Abdullah Daeng Sirua, suatu hari.

     

    Iwan Azis cukup memahami seluk-beluk perfilman dan perbioskopan di Makassar. Selain pernah menjadi aktor, beliau dahulu merupakan pengurus Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) Sulawesi Selatan dan pernah aktif di organisasi Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GAPBSI) Sulawesi Selatan.

     

    Dengan membuat sendiri poster-poster film bioskop yang akan diputar di Makassar, justru berdampak positif. Karena kemudian memunculkan seniman lukis spesial poster film, yang menuntut keahlian tertentu.  

     

    Pelukis posternya, kata Iwan Azis, menggunakan foto style, lalu dikreasikan agar punya daya tarik bagi masyarakat untuk datang ke bioskop. Foto-foto itu digabung, atau dimodifikasi. Padahal, bisa saja gambar yang terlihat di poster tidak ada dalam adegan filmnya.

     

    “Kalau promo film dari Jakarta, yang dikirim itu hanya berupa poster film ukuran kecil untuk dipajang di etalase bioskop. Sedangkan, poster film ukuran besar dibuat dan dikembangkan di Makassar,” ungkap Iwan Azis.

     

    Poster-poster film ini diorder oleh Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GAPBSI) Sulawesi Selatan. Poster-poster film tersebut bahkan dikirim ke daerah-daerah yang punya bioskop. Kalau sudah beberapa kali dipindah-pindahkan, dan dilipat-lipat, maka lukisan posternya akan pecah-pecah. Belum lagi terkena hujan dan panas. Akibatnya, pada bagian tertentu posternya terlihat tipis, serat-serat kainnya menonjol. Bahkan ada yang sudah bolong-bolong.

     

    Poster-poster ini menjadi sarana promosi yang efektif di masanya. Selain dipajang di bioskop, poster-poster itu juga dibawa berkeliling dengan mobil “halo-halo” —sebutan untuk kendaraan yang biasa digunakan juru penerang (jupen) di era Departemen Penerangan (Deppen) masa Orde baru. Mobil “halo-halo” ini biasanya melakukan sosialisasi kebijakan pemerintah kepada masyarakat, termasuk membagi-bagikan selebaran di jalan. 

     

    Namun ini merupakan promosi tentang film yang akan diputar di bioskop, lengkap dengan aktor dan aktris pendukung, serta harga karcisnya. Promosinya memang masih sangat konvensional, kala itu.

     

    Di daerah-daerah tertentu, cerita Iwan Azis, malah bukan menggunakan mobil tetapi masih menggunakan bendi atau dokar. Poster-poster film dengan ukuran yang agak kecil dipasang pada bagian sisi kiri dan kanan mobil atau bendi. 

     

    “Pelukisnya memang diminta membuat poster ukuran raksasa dan yang agak kecil. Jadi, bisa dibayangkan, perjuangan mempopulerkan sebuah film itu luar biasa,” tambah Iwan Azis.


    Salah seorang pelukis poster film di Makassar yang terkenal, di masanya, namanya Jhon. Dia mengerjakan poster-poster itu di Jalan Paceknekang, kalau tidak salah. Jalan ini berada dekat Pasar Sentral. Di situ juga rumahnya. Sebagai pelukis poster, dia butuh matahari biar hasil lukisannya itu cepat kering. Jadi dia tidak pakai tenda untuk berlindung.   

     

    Sebagai pelukis poster film, kata Iwan Azis, harus diakui tidaklah mudah. Beliau melihat pengerjaannya. Pelukisnya menggunakan cat tembok tapi tidak diberi air. Kalaupun dicampur, airnya sangat sedikit. Sehingga catnya tetap kental, dan saat melukis tekstur lukisannya menonjol. Dengan teknik ini, beliau nilai pelukisnya lincah sekali memainkan warna-warna pada lukisan posternya yang dikerjakan di atas kain belacu. Penggunaan cat yang tebal ini memang dibutuhkan, supaya lukisan poster itu bisa tahan berhari-hari bahkan berpekan-pekan.

     

    Pelukis poster film lainnya, yang terkenal, adalah Kadir Ansari. Kadir Ansari ini merupakan seorang otodidak. Semasa hidupnya, aktif di Dewan Kesenian Makassar (DKM). Dia seorang sutradara teater dan penata artistik pertunjukan teater. Pertunjukan teater yang pernah disutradarai  Kadir Ansari, antara lain “Aku Perempuan” (2016) dan “Ca Bau Kan” dari novel karya Remy Silado (2017). Kadir Ansari ini, dahulu aktif di Teater Kita Makassar

     

    Ketika pertunjukan teater “Perahu Nuh 2” (1985), di Makassar, Kadir Ansari membangun setting perahu dengan menggunakan batang-batang bambu. Iwan Azis mengakui seniman multitalenta ini  memang hebat. 

     

    Dia bukan saja sebagai penata pertunjukkan di Makassar, bahkan ketika seniman-seniman Makassar menggekar pertunjukan di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, dia juga yang tangani.

    Kadir Ansari ini biasa mengerjakan poster filmnya di DKM, yang saat itu masih di Gedung Societeit de Harmonie.

     

    Kadir Ansari melukis poster film tidak menggunakan kuas tapi spoit dico. Dia menggunakan kompresor yang anginnya disetel agar tidak terlalu kencang. Iwan Azis menyebut karya rekannya itu sebagai reklame film. Ditambahkan bahwa membuat reklame film memang merupakan kepintaran dan keahlian Kadir Ansari sebagai pelukis poster film yang hebat. Dia membuat letternya dengan huruf-huruf terpisah, lalu disambung, sesuai kebutuhan. Misalnya, tulisan LAKEKOMAE. 

     

    “Boleh dicek, sayalah yang mengawali pembuatan poster dalam ukuran besar untuk pertunjukan teater di Makassar,” kata Iwan Azis melanjutkan ceritanya.

     

    Saat itu, jelas Iwan Azis, inspirasinya dari poster film. Jadi beliau mengadopsi model promosi film yang memampangkan poster ukuran besar, pada pertunjukan teater. Beliau mengklaim sebagai orang pertama di Makassar yang bikin poster besar saat pertunjukan teater di Gedung Societeit de Harmonie, Jalan Riburane. 

     

    “Boleh tanya, Goenawan Monoharto. Saya gunakan foto style untuk pengerjaan poster ini,” lanjutnya.

     

    Kebetulan, katanya, beliau dipercayakan oleh Aspar Paturusi, sebagai penulis cerita, untuk menjadi produser pertunjukan teater “Perahu Nuh 2”. Mungkin karena posternya punya daya tarik, sehingga penonton pertunjukan ini membeludak. Belum lagi ceritanya memang bagus. Hanya saja, saat bersamaan, ada kegiatan di Jakarta, yakni Kongres PARFI, sehingga beliau tidak bisa mengikuti kegiatan pertunjukannya secara penuh. 

     

    Belum pernah, kata beliau, ada pertunjukan teater yang bertahan selama seminggu. Baru kali itu terjadi di Makassar. Para penonton membeli tiket pertunjukan, yang dinilai sebagai sebuah prestasi. Karena orang menonton teater dengan cara membeli tiket bukan atas undangan. Diakui bahwa ceritanya memang sangat layak jual, punya sisi komersial yang bagus. 

     

    “Orang-orang yang tertarik menonton, tentu akan membayangkan seperti apa itu perahunya Nabi Nuh. Orang sudah punya imajinasi tersendiri, yang membuat mereka penasaran.” bebernya.

     

    Belakangan, teman-teman pelaku teater di Makassar, mulai membuat poster-poster pertunjukan teater mereka dalam ukuran besar. Tren ini, diakui, cikal bakalnya dari beliau. Beliau, saat itu, sengaja membuat foto style dengan ukuran 10R, lalu diolah menjadi poster pertunjukan teater. Dengan begitu, beliau ikut berperan dalam memberikan sentuhan promosi yang lebih kreatif dan inovatif dalam pertunjukan teater. (*)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini