![]() |
| Sejumlah seniman yang tergabung dalam Makassar Arts Forum (MAF) menggelar pertemuan di Sekretariat DKSS, Jalan Mallengkeri Raya No 12A, Parang Tambung, Kota Makassar, Rabu, 5 November 2025. (Ist) |
Sejumlah seniman yang tergabung dalam Makassar Arts Forum (MAF) menggelar pertemuan untuk mematangkan rencana event akbar itu di Sekretariat Dewan Kesenian Sulawesi Selatan (DKSS), Jalan Mallengkeri Raya No 12A, Parang Tambung, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Rabu, 5 November 2025.
Pertemuan ini untuk menindaklanjuti hasil audiensi dengan Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, yang telah berkomitmen memberikan support terhadap Makassar Arts Forum. Sehingga butuh langkah konkret terkait konsep maupun strategi pelaksanaannya nanti.
Dr Asia Ramli Prapanca, menyarakankan dalam penyelenggaraan Makassar Arts Forum, harus ada sismposium internasional, bukan cuma seni pertunjukan. Ancar-ancar tema besar Makassar Arts Forum yang akan mengangkat tiga jalur dalam sejarah Nusantara, perlu dielaborasi lagi.
"Makassar Arts Forum perlu menjadikan tiga jalur, yakni jalur teripang, jalur sutra, dan jalur rempah sebagai tema besarnya," papar akademisi, penyair, dan sutradara teater itu.
Menurut Ram, nilai-nilai lokal yang berulang kali disampaikan wali kota, perlu pula diterjemahkan. Sebab, kalau bicara nilai lokal maka ada seni tradisi asli, yang disebut kanon tradisi, di atasnya kanon post tradisi berupa karya baru tetapi masih terlihat tradisinya, kemudian di atasnya lagi riset.
Jadi nantinya, kata dia, seni pertunjukan yang digelar Makassar Arts Forum itu berupa seni yang berbasis riset.
Asmin Amin, salah satu pentolan Makassar Arts Forum di tahun 1999, menyampaikan bahwa secara historis nilai-nilai multikultural akan tetap mewarnai event ini, tetapi diselaraskan dengan semangat zaman kekinian.
Peserta pertemuan begitu antusias untuk menghadirkan sebuah event ikonik bertaraf internasional. Sekalipun disadari pula perlunya penguatan kelembagaan, baik secara struktur organisasi maupun administrasi.
Ketua DKSS, Dr Arifin Manggau, yang hadir malam itu, menekankan pentingnya mengaktualisasikan muatan lokal terkait permaian rakyat, bahasa daerah, dan nilai-nilai yang diusung dalam pangngadereng/pangadakkang. Nilai-nilai dan kearifan lokal itu tidak boleh luntur meski dapat dipadu dengan kondisi sekarang.
Dr Arifin Manggau, yang juga merupakan Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswa dan Alumni Universitas Negeri Makassar (UNM), mendukung MAF melalui kerja kolaboratif. Daeng Ipping, begitua ia akrab disapa, dengan tangan terbuka mempersilakan Makassar Arts Forum memanfaatkan fasilitasi DKSS guna keperluan rapat-rapat mereka.
Andi Makmur Burhanuddin, politisi yang tumbuh dari komunitas seniman, memandang pertemuan malam itu penting untuk meramu sebuah pergelaran yang monumental. Ketua Fraksi PKB DPRD Kota Makassar itu juga menyarankan perlunya mengidentifikasi kelompok-kelompok kesenian di Makassar, dan membentuk tim kurator.
Sutradara teater dan sastrawan Yudhistira Sukatanya, meyakini dan optimis bahwa teman-teman seniman punya banyak pengalaman soal kemasan acara. Dia lalu mengusulkan ada semacam pra event, bukan saja untuk menampilkan pertunjukan tetapi juga mengoperasionalkan nilai-nilai.
Ada sejumlah seniman dan pegiat kesenian hadir dalam pertemuan yang dipandu Andri Prakarsa itu.
Mereka antara lain Djamal April Kalam, Kasmuddin "Ale Deep", Nur Arbiansyah, Agung Lazim, AH Rimba, Muhlis Lugis, Maskur Daeng Esa, Yudi Suyudi, Siswadi Abustam, Agus Linting, Bahar Merdhu, Sukma R Sillanan, Aco Brown, Ardi Jk, Wildan, dan Rusdin Tompo.
Mereka bersepakat akan memperkuat jejaring dalam sebuah kerja kolaboratif.
Peserta urun rembuk memberi masukan agar Makassar Arts Forum menjadi event dengan ciri khas yang kuat, berbeda dengan program kegiatan yang sudah ada. Mereka bertekad untuk membenahi manajemen pertunjukan agar lebih profesional.
Namun aspek story telling dari perhelatan Makassar Arts Forum juga penting untuk dinarasikan, baik sebagai edukasi, publikasi, maupun bagian dari gerakan literasi.
Meski pertemuan berlangsung santai tetapi gagasan-gagasan bernas dikemukakan. Tujuannya, bukan semata untuk kemajuan kesenian, melainkan sebagai strategi pemberdayaan masyarakat guna menghidupkan komunitas-komunitas seni budaya di kelurahan dan kecamatan.
Harapannya, pra event ini berlangsung di komunitas-komunitas tersebut, sehingga kelak menjadi kampung seni, kampung budaya, kampung wisata, kampung literasi dan sebagainya.
Jadi bila digelar event Makassar Arts Forum, maka tur bisa dilakukan di sana untuk napak tilas sejarah, pembelajaran, maupun menghadirkan pengalaman unik dan berkesan bagi peserta dan pengunjung.
"Kota Makassar ini meski urban tetapi berkarakter budaya lokal, yang mesti terus kita aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari," tutup Andri Prakarsa. (*)


