![]() |
| Teras depan kelas di SD Negeri Borong, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, dipenuhi sejumlah anak, Kamis, 6 November 2025. Pagi itu, anak-anak memanfaatkan waktu istihat untuk bermain kuartet. (Ist) |
Teras depan kelas di SD Negeri Borong, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, dipenuhi sejumlah anak, Kamis, 6 November 2025. Pagi itu, anak-anak memanfaatkan waktu istihat untuk bermain kuartet.
Mereka duduk saling berhadapan 4-6 orang. Ada juga yang hanya menonton temannya bermain, sambil menyantap jajanan yang dibeli di kantin sekolah.
"Saya lebih senang main kuartet daripada main hape karena lagi musimnya," ungkap Muhammad Keynand Azhari.
Anak-anak lain yang ditanya juga punya alasan serupa. Karena lagi musim, atau lantaran hobi. Ada pula yang mengaku bermain kuartet itu seru.
Dengan bermain kwartet, mereka bisa berkumpul bersama teman, bersosialisasi, dan bergaul. Permainan ini juga menuntut kesabaran, konsentrasi, dan menahan diri dalam berkomunikasi.
Aslinya, permainan kuartet merupakan permainan kartu yang dimainkan dengan cara mengumpulkan empat kartu dalam satu kelompok atau seri. Namun, kuartet yang dimainkan anak-anak SD Negeri Borong ini berbeda.
Menurut Keynand, musim permainan kuartet ini sudah berjalan sekira 2 bulan. Dia tahu lagi musim kuartet karena banyak anak-anak seusia mereka juga memainkannya.
Muhammad Fahrizal Syam, juga punya kuartet. Cuma kebetulan dia tidak membawanya ke sekolah.
Kartu-kartu kuartet itu dia beli di mas koke-koke yang berjualan di depan sekolah. Mas koke-koke sebutan kepada pedagang mainan. Harganya, satu tumpuk, berisi 32 lembar, senilai Rp2.000. Masih terjangkau untuk ukuran uang saku anak-anak.
"Saya kalau beli kuartet lihat angkanya. Pilih angka karena kalau main, siapa yang tinggi angkanya dia yang menepuk duluan," jelas Fahrizal Syam.
Kadang, kata dia, gambar-gambarnya juga diperhatikan. Namun itu tidak menjadi pertimbangannya saat membeli kuartet. Satu set kuartet bernomor 1 sampai 32, sesuai jumlah isinya.
Jenis gambar permainan kuartet ini berupa gambar-gambar animasi, dan karakter yang memang populer di kalangan anak-anak. Antara lain Mobile Legend, Kamen Rider, Naruto, Pockemon, Free Fire, dan Labubu. Ada pula gambar dengan tema karakter Indonesia.
Anak lainnya, Allif, mengaku tadinya punya kuartet tapi habis. Kalah saat bermain.
Anak-anak bisa mainnya sendiri atau bermain bersama temannya. Ada yang menggunakan saat-saat sendiri bermain kuartet sebagai latihan. Kalau dengan temannya, istilah mereka, baku lawan.
Cara mainnya, yakni dengan menepuk tumpukan kuartet, bila gambarnya terbalik maka yang terbalik itu yang diambil.
Bukan cuma anak laki-laki yang bermain. Anak perempuan pun menggemari permainan ini. Salah satunya Rafifa Putri Anindita. Dia bermain kuartet dengan sesama anak perempuan maupun laki-laki. Bahkan sering dia mengalahkan anak laki-laki.
"Harus tepuk kuat supaya gambarnya terbalik. Tapi kalau paham mi tekniknya, tepukannya bisa ji pelan," terang Dita, seolah memberi tip.
Bu Rini, wali kelas 4 di SD Negeri Borong, menyampaikan, dia selalu mengingatkan anak-anak agar tidak bermain kuartet di dalam kelas. Sanksinya, bila ketahuan, akan disita.
Mas Jamil, yang sudah berjualan mainan selama 15 tahun di SD Negeri Borong, membenarkan bahwa anak-anak lagi menggemari permianan kuartet. Lelaki 43 tahun, yang tinggal di Jalan Abdullah Daeng Sirua itu menyampaikan bahwa sejak 2 hari ini tidak berjualan kuartet karena stoknya habis. Bahkan di grosirnya juga habis.
"Memang lagi trend permainan ini. Hampir di semua sekolah anak-anak memainkannya," ujar Mas Jamil.
Saking lakunya, dia menjual 3 lusin kuartet hanya dalam tempo sehari. Ketika kuartet langka, dan harganya naik, dari satu set Rp2.000 menjadi dua set Rp5.000, tetap saja laris manis. Ini sesuai hukum pasar.
Mas Jamil berjualan di luar pagar sekolah, di pinggir Jalan Borong Raya. Pembelinya, bukan cuma anak-anak sekolah yang ada di situ, tetapi juga anak-anak yang tinggal di kompleks perumahan maupun yang lagi lewat bersama orangtuanya.
Banyak anak yang datang mau membeli kuartet, tetapi terpaksa kecewa karena mainan yang dicari tidak ada.
"Habis mi," kata Mas Jamil kepada Alwi, murid kelas 4 SD Ranu Harapan, yang rumahnya di depan sekolah. (*)


