Oleh Sunarto Firdaus (Mahasiswa UIN Alauddin Makassar)
Jalan di depan Kampus Institut Kesenian Makassar (IKM), di Racing Center IV, Kelurahan Karangpuang, Sabtu (21/6/2025) itu, untuk sementara berubah fungsi.
Beberapa pemuda dan orang tua tampak memadati bahu jalan, yang kini dipenuhi jejeran kendaraan. Sepeda motor dan mobil memadati bahu jalan, yang berada tepat di depan kampus tersebut.
Tak terlihat tukang parkir yang kadang menjengkelkan.
“The Artist, Pameran Revolusi Esok Pagi”.
Sebuah tulisan yang cukup menarik perhatian saya, begitu saya tiba di parkiran. Di sisi kanan tulisan itu, terpajang foto para seniman yang terlibat dalam Pameran Revolusi Esok Pagi (REP), yang kali ini memasuki tahun ke-6.
Gambar foto para perupa itu cukup beragam. Mulai dari yang berlatar biru, dengan senyuman tentunya, yang berjas, hingga yang berekspresi bebas tapi tetap beretika.
Di sebelah kiri tulisan terlihat seekor rubah yang dikeningnya bertuliskan “Post-Truth”.
Hal yang juga menarik perhatian saya, pada poster yang terpasang di gerbang IKM seukuran kira-kira 150 cm x 300 cm itu, adalah sebuah gambar apel yang sedang dipetik.
Posisi gambar itu di pojok kiri poster, tepat di atas rubah. Ukuranya cukup sederhana untuk menarik perhatian.
Menurut informasi, gambar apel berwarna merah yang sedang di petik oleh tangan berwarna putih adalah logo dari kegiatan Pameran Revolusi Esok Pagi.
Sore itu, kira-kira pukul 16.30 Wita, seorang wanita berpakain baju adat khas Makassar, baju bodo dan lipa’ sabbe, tampak bergerak lincah dan antusias.
Di tanganya terlihat ia sedang menggengam mic berwarna hitam.
"Mohon tamu yang ada di dalam agar keluar gerbang untuk memulai pembukaan," ucapnya sewaktu berada di depan gerbang.
Para pengunjung yang tadinya duduk tenang, sesekali bercengkerama dengan orang di dekatnya kini berdiri. Satu per satu mereka mengosongkan kursi yang telah disiapkan panitia.
Sore itu, merupakan prosesi pembukaan Pameran REP #6.
Beberapa pasang burung terbang riuh, di antara pepohonan yang berada di jalan itu. Bocah-bocah dengan sepeda kesayangannya sesekali melintas, menyapa para pengunjung yang tengah mengikuti pembukaan pameran.
Beberapa pengendara tak peduli apa yang terjadi di sekitarnya. Namun ada pula pengendara yang menghentikan sepeda motornya
Salah seorang pengunjung memberinya isyarat, agar silakan melintas. Sebab ini merupakan jalan umum.
Saat pembukaan kurator pameran, Zamkamil, memberi cendera mata berupa lukisan yang terbungkus rapi kepada Haryudi Rahman, seusai menyampaikan sambutannya.
Salah seorang panitia melangkah ke depan mengambil gambar saat penyerahan cendera mata dilangsungkan. Diiringi dengan ucapan “bismillahirrahmanirrahim” oleh para pengunjung.
Zamkamil dan Haryudi Rahman mendorong gerbang tersebut ke sebelah kanan sebagai simbol pembukaan Pameran Revolusi Esok Pagi #6.
“Kita akan mendapatkan kejutan dari karya-karya yang ada di dalam. Nantinya karya-karya itu akan meggerogoti imajinasi, logika, dan perasaan kita. Jadi saya harapkan apresiasi dari teman-teman sekalian yang mungkin tidak terlibat di dalam pameran ini," ucap Haryudi Rahman.
Kalimat yang disampaikan dalam sambutannya itu mungkin benar. Selepas melewati gerbang, para pengunjung disuguhkan sebuah instalasi yang tingginya kira-kira 300 cm dengan warna cat yang tampak menyatu dengan tembok gedung.
Sisi kira dan kanannya terlihat sebuah lengan manusia lengkap hingga jari-jarinya.
Halaman gedung yang tak terlalu luas telah dipadati pengunjung. Ada yang berdiri juga ada pula yang duduk.
Beberapa pasang kamera dicondongkan ke atas untuk mengabadikan pertunjukan yang sedang berlangsung: “air on aer”.
Ini merupakan pertunjukan musik eksperimental dari Prodi Musik IKM, yang memadukan udara dan air sebagai sumber idenya.
"Musik yang diciptakan dari beberapa gelombang dan tiupan yang dihasilkan oleh pemain melalui air dan besi itu, sangat menarik dan memukau menurut saya. Karena baru pertama kali saya jumpai pertunjukan seperti itu,” ucap Suneo, salah satu pengunjung pameran.
Musik yang dimainkanHaryudi Rahman, Muhammad Adnan, Yasir dan Jurdika, mampu menghipnotis pengunjung.
Awan hitam mulai memadati permukaan sore itu. Sesekali guntur menggelegar. Hanya berselang beberapa menit, setelah pembukaan dan pertunjukan musik eksperimental disajikan.
Bulir hujan turun, makin deras, memaksa pengunjung mengambil tempat untuk berteduh. Sebagian melangkah masuk ruangan untuk menyaksikan karya pada pameran itu.
“Mana lukisan yang menarik perhatian ta, Kak,” tanya Raisa kepada salah seorang pengunjung.
Dengan apik orang itu menjelaskan setiap lukisan kepada orang-orang yang ditemuinya. Dia merupakan salah seorang panitia dari kegiatan tersebut
“Saya diarahkan untuk jaga lukisan di lantai 3,” ucapnya dalam sebuah percakapan.
Senyum ramah yang selalu melekat di wajahnya membuat ia tampak bersahabat. Sapaan hangat kadang meluncur dari bibirnya, kepada setiap pengunjung.
Ia menjelaskan seadanya kepada peserta, tidak menambahkan juga tidak mengurangi apa yang ia ketahui.
“Post-truth” merupakan sebuah tema dalam Pameran Revolusi Esok Pagi #6.
"Karena saat ini di negara kita, banyak kebohongan-kebohongan yang beredar. Negara sering sekali berbohong kepada warganya, makanya Post-Truth ini sangat sesuai dengan kondisi saat ini,” ujar Fadly yang merupakan ketua panitia.
Pameran ini dilaksanakan pada bulan Juni bukan tanpa alasan
"Kebetulan ini pameran ke-6 dan ini bulan Juni. Angka 6 itu sebenarnya, ketika kita melihatnya dari sudut lain, maka angka 6 itu bisa menjadi angka 9. Bulan ini lahir dua zodiak,yaitu Cancer dan Gemini. Gemini itu berwajah dua dan Cancer itu nyaris sempurna. Post-Truth sesuai dengan wajah Gemini yang dua wajah. Kita berharap REP ini bisa mendekati kata sempurna,” pungkasnya. (*)